Friday, November 21, 2008

Krisis, Proyek-proyek Baru Properti Dihentikan Sementara

Sejumlah pengembang perumahan kini menghentikan sementara pembangunan proyek-proyek baru. Langkah itu ditempuh untuk mengamankan likuiditas dan mengurangi risiko pendanaan proyek di tengah semakin menipisnya daya serap pasar.

Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Djoko Slamet, Rabu (19/11) di Jakarta. Proyek yang mengalami penundaan meliputi properti kelas menengah ke bawah, menengah, hingga menengah atas.

Penghentian sementara itu umumnya dilakukan terhadap proyek-proyek yang belum memasuki tahap konstruksi dan dinilai belum menyerap pasar yang signifikan, yakni di bawah 60 persen dari total unit yang ditawarkan.

”Penghentian sementara proyek baru dilakukan sampai kondisi pasar membaik dan daya beli konsumen meningkat. Kalau proyek baru dipaksakan untuk dibangun, kas pengembang rawan terganggu di tengah semakin ketatnya likuiditas,” papar Djoko.

Proyek-proyek baru yang dihentikan terutama adalah proyek apartemen dan bangunan vertikal. Adapun pengembang proyek rumah tinggal menerapkan strategi menyelesaikan pembangunan rumah secara bertahap berdasarkan pesanan.

Sementara itu, pembukaan kawasan properti baru juga cenderung dihentikan. ”Pengembang kini lebih berkonsentrasi mengoptimalkan pembangunan properti di lahan-lahan yang sudah digarap,” tuturnya.

Corporate Secretary PT Perdana Gapura Prima Rosihan Saad mengungkapkan, pihaknya menunda pembangunan proyek perkantoran dan apartemen kelas atas senilai Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun yang semula akan dimulai awal tahun 2009.

Penundaan proyek dengan segmen pasar asing itu terpaksa dilakukan karena tingginya suku bunga kredit, daya serap pasar yang lesu, dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

”Untuk proyek yang baru berjalan, akan tetap diselesaikan dengan berbagai penyesuaian. Apabila diperlukan, akan dilakukan pemunduran jadwal (penyelesaian),” ujar Rosihan.

Perlambatan rusunami

Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Teguh Satria mengemukakan, penundaan pembangunan perumahan berimbas pada perlambatan proyek pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami).

Kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan pengetatan likuiditas oleh perbankan telah melemahkan pasar rusunami bersubsidi.

Minat konsumen untuk membeli rusunami bersubsidi dengan harga Rp 144 juta per unit semakin lemah sebagai imbas tingginya suku bunga KPR.

”Sejumlah pengembang kini memilih untuk menunda proyek guna melihat kekuatan pasar,” katanya.

Teguh berharap proyek yang sudah berjalan dan memiliki pasar yang signifikan tetap dilanjutkan dengan dukungan semua pihak, baik pengembang, perbankan, maupun pemerintah.

Penundaan pembangunan proyek baru jika terus dibiarkan akan berdampak pada terhambatnya penyediaan rumah untuk rakyat.

Oleh karena itu, diperlukan upaya pemerintah untuk mengamankan likuiditas penyaluran KPR. Bantuan likuiditas itu diperlukan guna mengatasi melemahnya pasar rusunami akibat tingginya beban suku bunga kredit.


Sumber : Kompas Cetak