PROYEK properti di Tanah Air, terutama di sektor perumahan, hingga kini masih tetap jalan meskipun negara adidaya Amerika Serikat saat ini sedang dilanda krisis keuangan. Kebutuhan masyarakat terhadap rumah hunian hampir tidak pernah berhenti, sama halnya dengan kebutuhan orang untuk makan.
Selain itu, harga-harga produk properti di Indonesia terus naik, sementara di AS saat ini harga jual rumah sudah anjlok setelah sebelumnya mengalami kenaikan dengan harga yang tidak wajar. Sejumlah proyek properti di Jakarta dan sekitarnya hingga sekarang masih tetap jalan, di antaranya Grand Depok City, Sentul City, Metro Marina Ancol, dan proyek Summarecon Serpong, Tangerang.
Proyek pembangunan fisik di proyek properti itu hingga kini masih menggeliat. Kelompok usaha Paramita yang membangun Metro Marina saat ini tengah mengembangkan sebuah hunian mewah berkualitas yang dikembangkan dalam jumlah terbatas, hanya 213 unit, di atas lahan seluas 6 hektar. Harga rumah yang ditawarkan di lokasi proyek ini berkisar Rp 900 juta hingga Rp 2,2 miliar.
Pembelian rumah di lokasi perumahan ini bisa dilakukan dengan tunai bertahap selama 15 hingga 24 kali atau KPR dari Bank Panin dan Bank Tabungan Negara (BTN). Selain membangun proyek Metro Marina, Paramitra Group, pada tahun 1992- 2000, mengembangkan kompleks perumahan Griya Permata di Jakarta Barat dan Metro Permata di Tangerang. Proyek Metro Marina sendiri telah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 600 orang.
Proyek lainnya yang saat ini sedang berjalan adalah Grand Depok City, sebuah kawasan hunian yang dikembangkan di lahan seluas 250 hektar di Kota Depok, Jawa Barat. Proyek ini dibangun PT Sanubari Mandiri Realtindo (SMR). Sebelumnya proyek perumahan ini sempat terbengkalai. Namun, setelah diambil alih oleh PT SMR, pelan tetapi pasti, kawasan perumahan ini sudah mulai hidup kembali.
Konsep hunian
Demikian pula proyek Sentul City. Saat ini Sentul City tengah mempersiapkan pembangunan berbagai fasilitas umum. Sentul City saat ini dikelola oleh manajemen baru dan berkomitmen untuk menunjukkan kepada konsumen bukti-bukti perkembangan dari setiap kemajuan proyek di lokasi perumahan ini.
President & CEO Sentul City Hanifah Komala menyebutkan, pihaknya berencana untuk membangun pusat-pusat hiburan dan rekreasi serta pusat pendidikan di lokasi proyeknya. Tantangan yang dihadapi manajemen baru Sentul City meyakinkan masyarakat tentang kualitas produk dan lingkungan serta infrastruktur di lokasi proyek ini.
”Saya tidak akan terlalu banyak ngomong. Lebih baik masyarakat sendiri yang melihat langsung bagaimana perkembangan Sentul City sekarang,” ujar Hanifah Komala. Pernyataan ini sejalan dengan tuntutan konsumen, ”Kami butuh bukti bukan janji.”
Adakalanya sebagian pengusaha yang tidak memiliki rekam jejak atau landasan usaha yang kuat di sektor properti hanya menjual gambar rumah dan janji-janji kepada konsumen. Padahal, janji atau komitmen pengembang merupakan modal utama bagi pengembang untuk menjual produk propertinya.
Sekali janji yang terucap tidak bisa dipenuhi pengembang, kepercayaan konsumen akan langsung sirna. Kekecewaan konsumen ini akan dengan mudah menyebar ke konsumen lainnya sebagai sebuah cerita negatif yang merugikan pengembang itu sendiri. Jika citra negatif sudah terbentuk, akan sulit bagi pengembang untuk bisa mendapatkan kembali kepercayaan dari masyarakat.
Oleh karena itu, sebelum membeli produk properti, konsumen sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan soal lokasi, tetapi juga bisa melihat rekam jejak dan reputasi dari pengembang. Prinsip seperti ini yang benar-benar diperhatikan oleh pengembang perumahan di Summarecon Serpong di Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur Summarecon Serpong Sharif Benyamin mengemukakan, pihaknya tidak semata menjual rumah, tetapi yang lebih penting adalah membangun komunitas. Oleh karena itu, pada lahan seluas 750 hektar akan dibangun berbagai fasilitas, di antaranya Serpong Town Square (SMS) yang kini sudah berdiri megah.
Selain itu, di lahan seluas 100 hektar akan dibangun sebuah kawasan hunian hijau yang diintegrasikan dengan pusat pendidikan. Perguruan tinggi yang saat ini sedang dalam pembangunan adalah Kampus Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
”Di lokasi hunian ini nanti tidak hanya akan dibangun kawasan hijau, tetapi juga akan dibangun sebuah kehidupan yang penghuninya benar-benar sadar dengan pentingnya soal lingkungan. Oleh karena itu, taman dari setiap rumah akan dikelola langsung oleh kami,” kata Sharif.
Tidak hanya itu, Summarecon Serpong juga tidak ingin produk perumahan yang dipasarkannya jatuh ke tangan spekulan. Untuk mencegahnya, pihak pengembang antara lain menerapkan aturan kepada konsumen untuk tidak membeli rumah lebih dari dua unit.
Pembeli yang menjual rumah sebelum pelunasan akan dikenakan denda sebesar 6 persen dari harga rumah yang dibelinya. Adapun harga rumah yang paling murah di lokasi proyek ini adalah Rp 400 juta per unit. Sharif Benyamin optimistis dalam lima hingga sepuluh tahun lagi kawasan Summarecon Serpong akan berkembang seperti halnya kawasan Kelapa Gading.
Saat ini berbagai produk dan konsep hunian ditawarkan para pengembang kepada masyarakat. Selanjutnya, tinggal masyarakat yang menentukan pilihan untuk tempat tinggalnya. Rumah memang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sekaligus sebagai pusat dari kehidupan sosial. (GUN)
sumber : Harian Kompas Kamis, 23 Oktober 2008
Selain itu, harga-harga produk properti di Indonesia terus naik, sementara di AS saat ini harga jual rumah sudah anjlok setelah sebelumnya mengalami kenaikan dengan harga yang tidak wajar. Sejumlah proyek properti di Jakarta dan sekitarnya hingga sekarang masih tetap jalan, di antaranya Grand Depok City, Sentul City, Metro Marina Ancol, dan proyek Summarecon Serpong, Tangerang.
Proyek pembangunan fisik di proyek properti itu hingga kini masih menggeliat. Kelompok usaha Paramita yang membangun Metro Marina saat ini tengah mengembangkan sebuah hunian mewah berkualitas yang dikembangkan dalam jumlah terbatas, hanya 213 unit, di atas lahan seluas 6 hektar. Harga rumah yang ditawarkan di lokasi proyek ini berkisar Rp 900 juta hingga Rp 2,2 miliar.
Pembelian rumah di lokasi perumahan ini bisa dilakukan dengan tunai bertahap selama 15 hingga 24 kali atau KPR dari Bank Panin dan Bank Tabungan Negara (BTN). Selain membangun proyek Metro Marina, Paramitra Group, pada tahun 1992- 2000, mengembangkan kompleks perumahan Griya Permata di Jakarta Barat dan Metro Permata di Tangerang. Proyek Metro Marina sendiri telah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 600 orang.
Proyek lainnya yang saat ini sedang berjalan adalah Grand Depok City, sebuah kawasan hunian yang dikembangkan di lahan seluas 250 hektar di Kota Depok, Jawa Barat. Proyek ini dibangun PT Sanubari Mandiri Realtindo (SMR). Sebelumnya proyek perumahan ini sempat terbengkalai. Namun, setelah diambil alih oleh PT SMR, pelan tetapi pasti, kawasan perumahan ini sudah mulai hidup kembali.
Konsep hunian
Demikian pula proyek Sentul City. Saat ini Sentul City tengah mempersiapkan pembangunan berbagai fasilitas umum. Sentul City saat ini dikelola oleh manajemen baru dan berkomitmen untuk menunjukkan kepada konsumen bukti-bukti perkembangan dari setiap kemajuan proyek di lokasi perumahan ini.
President & CEO Sentul City Hanifah Komala menyebutkan, pihaknya berencana untuk membangun pusat-pusat hiburan dan rekreasi serta pusat pendidikan di lokasi proyeknya. Tantangan yang dihadapi manajemen baru Sentul City meyakinkan masyarakat tentang kualitas produk dan lingkungan serta infrastruktur di lokasi proyek ini.
”Saya tidak akan terlalu banyak ngomong. Lebih baik masyarakat sendiri yang melihat langsung bagaimana perkembangan Sentul City sekarang,” ujar Hanifah Komala. Pernyataan ini sejalan dengan tuntutan konsumen, ”Kami butuh bukti bukan janji.”
Adakalanya sebagian pengusaha yang tidak memiliki rekam jejak atau landasan usaha yang kuat di sektor properti hanya menjual gambar rumah dan janji-janji kepada konsumen. Padahal, janji atau komitmen pengembang merupakan modal utama bagi pengembang untuk menjual produk propertinya.
Sekali janji yang terucap tidak bisa dipenuhi pengembang, kepercayaan konsumen akan langsung sirna. Kekecewaan konsumen ini akan dengan mudah menyebar ke konsumen lainnya sebagai sebuah cerita negatif yang merugikan pengembang itu sendiri. Jika citra negatif sudah terbentuk, akan sulit bagi pengembang untuk bisa mendapatkan kembali kepercayaan dari masyarakat.
Oleh karena itu, sebelum membeli produk properti, konsumen sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan soal lokasi, tetapi juga bisa melihat rekam jejak dan reputasi dari pengembang. Prinsip seperti ini yang benar-benar diperhatikan oleh pengembang perumahan di Summarecon Serpong di Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur Summarecon Serpong Sharif Benyamin mengemukakan, pihaknya tidak semata menjual rumah, tetapi yang lebih penting adalah membangun komunitas. Oleh karena itu, pada lahan seluas 750 hektar akan dibangun berbagai fasilitas, di antaranya Serpong Town Square (SMS) yang kini sudah berdiri megah.
Selain itu, di lahan seluas 100 hektar akan dibangun sebuah kawasan hunian hijau yang diintegrasikan dengan pusat pendidikan. Perguruan tinggi yang saat ini sedang dalam pembangunan adalah Kampus Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
”Di lokasi hunian ini nanti tidak hanya akan dibangun kawasan hijau, tetapi juga akan dibangun sebuah kehidupan yang penghuninya benar-benar sadar dengan pentingnya soal lingkungan. Oleh karena itu, taman dari setiap rumah akan dikelola langsung oleh kami,” kata Sharif.
Tidak hanya itu, Summarecon Serpong juga tidak ingin produk perumahan yang dipasarkannya jatuh ke tangan spekulan. Untuk mencegahnya, pihak pengembang antara lain menerapkan aturan kepada konsumen untuk tidak membeli rumah lebih dari dua unit.
Pembeli yang menjual rumah sebelum pelunasan akan dikenakan denda sebesar 6 persen dari harga rumah yang dibelinya. Adapun harga rumah yang paling murah di lokasi proyek ini adalah Rp 400 juta per unit. Sharif Benyamin optimistis dalam lima hingga sepuluh tahun lagi kawasan Summarecon Serpong akan berkembang seperti halnya kawasan Kelapa Gading.
Saat ini berbagai produk dan konsep hunian ditawarkan para pengembang kepada masyarakat. Selanjutnya, tinggal masyarakat yang menentukan pilihan untuk tempat tinggalnya. Rumah memang bukan sekadar tempat tinggal, tetapi sekaligus sebagai pusat dari kehidupan sosial. (GUN)
sumber : Harian Kompas Kamis, 23 Oktober 2008